MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
D
I
S
U
S
U
N
Oleh Kelompok 10 :
Sutiyarsih (111312114)
Heri Ariyadi (111312105)
Tri Imam Sentosa (111312068)
Dosen
Pembimbing : Siti Hodijah, S.Pd.I
SEKOLAH TINGGI ILMU
HUKUM RAHMANIYAH SEKAYU
TAHUN AKADEMIK 2012
/ 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. makalah ini dibuat dalam rangka untuk
menyelesaikan tugas mata Kuliah. Makalah pendidikan agama islam ini sangat
berguna bagi penulis sebagai pedoman untuk meningkatkan keimanan.
Keberhasilan penulisan makalah ini atas bantuan dan
dorongan dari mahasiswa dan dosen pembimbing.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna,
meskipun penulis telah berusaha menyusunnya sebaik mumngkin. Oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan.
Sekayu, 30 April 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................. i
Dafta Isi....................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan....................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 1
Bab II Pembahasan...................................................................................... 2
A. Syariat Islam.................................................................................... 2
B. Sumber / Dalil
Hukum Islam............................................................ 2
C. Sumber hukum
Islam........................................................................ 4
D. Tujuan Hukum Islam........................................................................ 9
E. Fungsi Hukum Islam........................................................................ 15
Bab III Penutup........................................................................................... 18
A. Kesimpulan...................................................................................... 18
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Manusia
tidak dapat lepas dari hukum dalam setiap sendi-sendi kehidupannya. Hal
tersebut terjadi pula dalam tatanan masyarakat. Cicero menyatakan ubi cocietas
ibi us, yang artinya dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Indonesia menganut
pluralitas hukum dimana terdapat tiga sistem hukum yang berlaku sebagai hukum
positif, yaitu hukum barat, hukum adat, serta hukum Islam
Hukum
Islam bersifat universal, artinya berlaku sama bagi semua pemeluk agama Islam
dimanapun, tidak terbatas pada nasionalitas seseorang. Keberlakuan hukum Islam
di Indonesia dipengaruhi oleh hukum adat. Hal tersebut diakibatkan oleh sejarah
bangsa Indonesia yang menunjukkan bahwa setiap wilayah memiliki hukum adatnya
masing-masing sebagai hukum positif mereka. Dalam pranata sosial adat mereka,
hukum adat yang didasari oleh asas magis-religius, yang merupakan pengaruh dari
hukum Islam, merubah kaedah kesusilaan menjadi menjadi kaedah hukum yang
kemudian berlaku dalam masyarakat mereka.
- Rumusan Masalah
1.
Syariat islam
2.
Pengertian
sumber dan dalil hukum islam
3.
Sumber hukum
islam
4.
Tujuan hukum islam
5.
Fungsi hukum islam
- Tujuan Penulisan
1. Mengerti tentang
syariat islam, sumber dan dalil hukum islam.
2. Membahas tentang
syariat islam, sumber dan dalil hukum islam.
3. Membahas sumber
hukum islam, tujuan hukum islam dan fungsi hukum islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Syariat Islam
adalah
ajaran Islam yang membicarakan amal manusia baik sebagai makluk ciptaan Allah
maupun hamba Allah. Terkait dengan susunan tertib Syari'at, Al Quran Surat Al
Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan
suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain.
Pengertian
Syari’at bisa
disebut syir’ah. Artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir yang
didatangi manusia atau binatang untuk minum.
Perkataan
“syara’a fiil maa’i”
artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada syari’ah. Kemudian kata
tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk
manusia.
Sedangkan
arti Syari’at menurut istilah adalah “maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal
ahkaami ‘alaa lisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min dayaajiirizh
zhalaami ilan nuril bi idznihi wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi.”
Artinya, hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui
rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke
dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Jika
ditambah kata “Islam” di belakangnya, sehingga menjadi frase Syari’at Islam (asy-syari’atul
islaamiyatu),berarti Syari’at Islam adalah hukum-hukum
peraturan-peraturan yang diturunkan Allah swt. untuk umat manusia melalui Nabi
Muhammad saw. baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berwujud perkataan,
perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan.
B.
Pengertian Sumber Dan Dalil
- Pengertian Dalil
Dalam kajian ilmu usul fiqh, para ulama usul mengartikan
dalil secara etimologis dengan “sesuatu yang dapat memberikan petunjuk
kepada apa yang dikehendaki.” Adapun secara terminologis yang dimaksud dengan
dalil hukum ialah “segala sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk dengan
menggunakan pikiran yang benar untuk menentukan hukum syara’ yang bersifat
‘amali, baik secara qot’i maupun secara zanni.
Dari pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat
dipahami bahwa pada dasarnya yang disebut dalil hukm ialah: segala sesuatu yang
dapat dijadikan landasan atau pijakan yang dapat dipergunakan dalam upaya
menemukan dan menetapkan hukum syara’ atas dasar pertimbangan yang benar dan
tepat. Oleh karena itu dalam ber-istinbat (penetapan hukum) persoalan yang
mendasar yang harus diperhatikan adalah menyangkut apa yang menjadi dalil yang
dapat dipergunakan dalam menetapkan hukum syara’ dari suatu persoalan yang
dihadapi.
- Pengertian Sumber dalil
Terhadap dalil hukum ada sebutan lain di kalangan ulama
ushul seperti istilah masadir al ahkam,masadir al syari’ah ,masadir al tasyri
atau yang diartikan sumber hukum.Istilah-istilah ini jelas mengandung makna
tempat pengambilan atau rujukan utama serta merupakan asal sesuatu.Sedangkan
dalil atau yang diistilahkan adillat al ahkam,ushul al ahkam,asas al tasyri dan
adillat al syariah mengacu kepada pengertian sesuatu yang dapat dijadikan
petunjuk sebagai alasan dalam menetapkan hukum syara.Dalam konteks ini Al
Qur’an dan As Sunah adalah merupakan sumber hukum dan sekaligus menjadi dalil
hukum, sedangkan selain dari keduanya seperti al ijma,al qiyas,dan lain lainnya
tidak dapat disebut sebagai sumber kecuali hanya sebagai dalil karena ia tidak
dapat berdiri sendiri.
Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan pemikiran ushul
fikih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih kontemporer, istilah sumber
hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apayang disebut
dengan dalil hukum adalah dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apayang disebut
dengan dalil hukum adalah mencakup dalil-dalil lain yang dipergunakan dalam
istinbat hukum selain Al Quran dan as sunnah. Sebab, keduanya merupakan istilah
teknis yang yang dipakai oleh para ulama ushul untuk menyatakan segala sesuatu
yang dijadikan alasan atau dasar dalam istinbat hukum dan dalam prakteknya
mencakup Al Quran, as-sunnah dan dalil-dalil atau sumber-sumber hukum lainnya.
Oleh karena itu, dikalangan ulama ushul masalah dalil hukum ini terjadi
perhatian utama atau dipandang merupakan sesuatu hal yang sangat penting ketika
mereka berhadapan dengan persoalan-persoalan yang akan ditetapkan hukumnya.
Dengan demikian setiap ketetapan hukum tidak akan mempunyai kekuatan hujjah
tanpa didasari oleh pijakan dalil sebagai pendukung ketetapan
tersebut.
Keberadaan dalil sebagai pijakan yang mendasari suatu
ketetapan hukum mutlak harus diperhatikan dan tidak bisa diabaikan. Jika
dilihat dari segi keberadaannya, maka dalil dapat dibedakan kepada dua macam,
yaitu:
1) Al-Adillah Al-Ahkam Al-Manshushah
atau dalil-dalil hukum yang keberadaannya secara tekstual terdapat dalam nash.
Dalil-dalil hukum yang dikategorikan kepada bagian ini adalahAl Quran dan as
sunnah atau disebut pula dengan dalil naqli.
2) Al-Adillah Al-Ahkam ghoirul Manshushah
atau dalil-dalil hukum yang secara tekstual tidak disebutkan oleh nash Al Quran
dan as sunnah. Dalil-dalil ini dirumuskan melalui ijtihad dengan menggunakan
penalaran ra’yu dan disebut pula dengan dalil aqli.
Adapun dalil-dalil yang dikelompokkan kepada kategori
terakhir ini meliputi Ijma, Qiyas, Istihsan, Mashalih Mursalah, Istishab, Urf,
Syarun Man Qablana dan Qaul Shahabi. Ijma dan Qiyas hampir seluruh mazhab
mempergunakannya, sedangkan dalil-dalil yang keberadaannya menimbulkan
perdebatan di kalangan ulama mazhab ushul. Perbedaan ini muncul karena ketika
ulama ushul tidak menemukan dalil atau alasan yang mendasari suatu hukumdari
Nash, maka mereka menggunakan ra’yu mereka masing-masing dengan rumusan
tersendiri.
C.
Sumber Hukum Islam
- Al-Qur’an
A) Pendekatan Etimologi Dan Terminologi
Al-Qur’an menurut etimiologis adalah bacaan, kalamullah,
kata al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a yang berarti membaca dan bentuk
masdarnya adalah qur’an yang berarti
bacaan. Al-Qur’an
dengan makna bacaan dinyatakan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat, antara lain
dalam surat al-Qiyamah, al-Baqarah dan lain sebagainya.
Sedangkan Al-Qur’an menurut terminologis adalah wahyu Allah
yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi Rasulallah Muhammad SAW, pedoman hidup
bagi setiap muslim dan sebagai kolektor serta penyempurnaan terhadap
kitab-kitab Allah sebelunnya yang bernilai abadi dan bernilai ibadah bagi yang
membaca, menghapal dan mengamalkannya.
Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat al-Qur’an. Imam
al-Ghazali menjelaskan dalam kitab al-Mustasfa min ‘Ilm al-Usul, bahwa hakikat
al-Qur’an adalah kalam yang berdiri pada Zat Allah SWT, yaitu salah satu sifat
di antara sifat-sifat Allah yang Qadim. Menurut mutakallimin (ahli teologi
Islam), hakikat al-Qur’an ialah makna yang berdiri pada
Zat Allah SWT. Adapun menurut golongan Muktazilah,
hakikat al-Qur’an adalah huruf-huruf dan suara yang diciptakan Allah SWT. yang
setelah berwujud lalu hilang lenyap. Dengan pendapat ini kaum Muktazilah
memandang al-Qur’an sebagai makhluk (ciptaan) Allah SWT. karena itu, al-Qur’an
bersifat baru, tidak qadim.
Sebagai mu’jizat, Al-Qur’an telah menjadi salah satu sebab
masuknya orang-orang Arab di zaman Rosullallah kedalam agama Islam, dan menjadi
sebab penting bagi masuknya orang-orang penting sekarang, dan bagi masa yang
akan datang.
Mu’zijat menurut Imam as-Suyuti adalah sesuatu diluar
kebiasaan yang disertai dengan adanya tantangan. Menurut DR. Muhammad Quraish
Shihab sesuatu dinamakan mu’zijat apabila memenuhi 4 unsur yaitu:
- Suatu hal yang ada di luar kebiasaan
- Nampak pada diri seorang Nabi
- Disertai dengan adanya tantangan
- Sesuatu yang tidak sanggup ditantang orang
Dari segi bahasa, ulama sepakat al-Qur’an memiliki uslub
(gaya bahasa) yang tinggi, fasahah (ungkapan kata yang jelas) dan balaghah
(kefasihan lidah) yang dapat mempengaruhi jiwa pembaca dan pendengarnya yang
memiliki rasa bahasa Arab yang tinggi.
Dari segi kandungan isi mu’zijat al-Qur’an dapat dilihat
dilihat dari 3 aspek:
1. Merupakan isyarat ilmiah. Al-Qur’an
banyak berisi informasi ilmu pengetahuan walaupun hanya dalam bentuk isyarat
ilmiah, seperti informasi mengenai ilmu pengetahuan alam. Antara lain dikatakan
bahwa bumi dan langit sebenarnya merupakan suatu yang padu dan setelah terpisah
dijadikan segala sesuatu yang hidup. (Q.S. 21;30)
2. Merupakan sumber hukum. Al-Qur’an
telah memberikan andil yang kuat dalam pertumbuhan hukum, bahkan al-Qur’an
tetap merupakan produk hukum yang ideal hingga masa kini. Al-Qur’an merupakan
sumber hukum utama dan pertama dalam agama Islam.
3. Menerangkan suatu ‘ibrah (teladan)
dan kabar ghaib, baik yang terjadi pada masa lalu, sekarang maupun yang akan
datang. Al-Qur’an mengandung berita-berita tentang hal-hal yang ghaib, seperti
surga, neraka, hari kiamat dan hari perhitungan. Selain itu al-Qur’an juga
banyak mengungkapkan kisah-kisah para Nabi dan umat masa lampau, seperti kisah
Fir’aun, kisah kaum ‘Ad dan Samud, kisah
Nabi Yusuf AS. dan Nabi Ibrahim AS.
al-Qur’an banyak pula menyinggung masalah-masalah yang belum terjadi di
masanya, seperti kemenangan bangsa Romawi (Q.S. 30;1-3)
Ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, meyakinkan
kita bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi
ciptaan Nabi Muhammad SAW. yang ummi, yang hidup pada awal abad keenam masehi
(571 – 632 M). Allah SWT. berfirman : (Q.S. 7;158)
Demikian juga dengan ayat-ayat yang berhubungan dengan
sejarah tentang kekuasaan Mesir, dapat menberikan keyakinan kepada kita bahwa
Al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat –ayat yang berhubungan
dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti
tentang bangsa romawi dan lain-lain, menjadi bukti kepada kita bahwa A-Qur’an
adalah wahyu Allah SWT. sebagaimana firman-Nya: (Q.S. 30;2-4), (Q.S.
5;14)
Al-Qur’an adalah mu’jizat besar sepanjang masa, keindahan
bahasa dan susunan katanya tidak dapat diketemukan pada buku-buku bahasa Arab
lainnya. Gaya bahasa yang luhur namun mudah dimengerti adalah merupakan cirri
gaya bahasa al-Qur’an karena gaya bahasa demikian itulah, Umar bin khathab
masuk Islam setelah mendengar al-Qur’an awaql surat Thaha yang dibaca adiknya.
Dan al-Qur’an mennyatakan bahwa sebab seseorang yang tidak
menerima kebenaran al-Qur’an sebagai wahyu Illahi adalah salah satu diantara
dua sebab, yaitu:
Ø Tidak berfikir dengan jujur dan
sungguh-sungguh;
Ø Tidak sempat mendengar dan
mengetahui al-Qur’an secara baik. Sebagaimana firman-Nya: (Q.S. 67;10), (Q.S.
4;82)
Sebagai jaminan al-Qur’an itu sebagai wahyu Allah, maka
al-Qur’an sendiri menantang setiap manusia, jin dan semua mahluk yang ada di
jagat raya ini untuk membuat satu surat saja yang senilai denga al-Qur’an.
Firman Allah: (Q.S. 67;10), (Q.S. 17;28)
Sebagai pedoman hidup, al-Qur’an banyak mengemukakan
pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturab hidup dalam hubungan antara
manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan mahluk lainnya.
Perkembangan selanjutnya tumbuhlah beberapa macam tafsir
al-Qur’an yang ditulis oleh ulama Islam, yang sampai saat ini tidak kurang dari
50 macam tafsir al-Qur’an. Juga telah tumbuh bermacam disiplin ilmu untuk
menbaca dan membahas al-Qur’an.
B) Pembahasan Ilmu-ilmu Yang
Berhubungan Dengan Al-Qur’an.
Ilmu-ilmu
yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan al-Qur’an, antara lain:
- Ilmu Mawatil Nuzul, yaitu ilmu yang membahas tentang tempat-tempat turunnya al-Qur’an.
- Ilmu Asbabul Nuzul, yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab turunnya al-Qur’an.
- Ilmu Tajwid, yaitu ilmu tentang membahas tentang teknik membaca al-Qur’an.
- Ilmu Wajuh wa Nadhar, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat yang memiliki banyak arti dan makna.
- Ilmu Amtsalil Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang perumpamaan-perumpamaan dalam al-Qur’an.
- Ilmu Aqsamil Qur’qn, yaitu ilmu yang membahas tentang maksud-maksud sumpah Tuhan dalam al-Qur’an.
- Gharibil Qur’qn, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat-kalimat yang asing artinya dalam al-Qur’an.
C) Isi Dan Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an terdiri dari 114 surat dan 6666 ayat, 91 surat
yang turun di Mekkah dan 23 surat lainnya turun di Madinah. Adapula yang
berpendapat, 86 surat turun di Makkah dan 28 surat turun di Madinah. Menurut
perhitungan ulama Kuffah, seperti Abdurrahman as-Salmi, al-Qur’an terdiri dari
6.236. Menurut as-Suyuti, terdiri dari 6.000 lebih. Sedangkan menurut al-Alusi,
menyebutkan bahwa jumlah ayat al-Qur’an sekitar 6.616 ayat. Perbedaan jumlah
ayat ini disebabkan adanya perbedaan pandangan di antara mereka tentang kalimah
Basmalah pada awal surat dan Fawatih as-Suwar (kata-kata pembuka surat),
seperti Yasin, Alif Lam, Mim, dan Ha Mim. Ada yang menggolongkan kata-kata
pembuka tersebut sebagai ayat dan ada pula yang tidak menggolongkannya sebagai
ayat.
Surat yang turun di Mekkah dinamakan surat Makkiyah, masa
turunnya selama 12 tahun, 5 bulan, 13 hari yang dimulai pada tanggal 17
Ramadhan pada saat usia Nabi 40 tahun. Surat Makkiyah umumnya pendek-pendek,
menyangkut prinsif kepada manusia. Sedangkan yang turunnya di Madinah dinamakan
surat Madaniyah, yang pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau
seseorang dengan yang lainnya.
Atas inisiatif para ulama, maka kemudian al-Qur’an
dibagi-bagi menjadi 30 juz, dalam tiap-tiap juz dibagi-bagi menjadi setengah
juz, seperempat juz, makro dan lain sebagainya.
Dari sejumlah ayat yang ada dalam al-Qur’an, 4.726 ayat
adalah ayat-ayat Makkiyah. Selebihnya adalah ayat-ayat Madaniyah. Apabila
dilihat dari segi kandungan isinya, ayat-ayat Makkiyah, yang merupakan tiga
perempat dari isi al-Qur’an, pada umumnya mengandung keterangan dan penjelasan
tentang keimanan, perbuatan baik dan jahat, pahala bagi orang yang beriman dan
beramal shaleh, siksaan bagi orang yang kafir dan durhaka, kisah-kisah para
Rosul dan Nabi, cerita dari umat terdahulu, dan berbagai perumpamaan untuk
dijadikan teladan dan ibarat. Adapun ayat-ayat Madaniyah pada umumnya
menjelaskan hal-hal yang erat hubungannya dengan hidup kemasyarakatan atau
masalah-masalah muamalah, antara lain hukum-hukum yang berkenaan dengan
perkawinan, waris, perjanjian dan perang.
Secara keseluruhan, isi al-Qur’an dapat diklasifikasikan ke
dalam 3 (tiga) pembahasan pokok, yaitu:
- Pembahasan mengenai prinsif-prinsif akidah (keimanan)
- Pembahasan yang menyangkut prinsif-prinsif ibadah
- Pembahasan yang menyangkut prinsif-prinsif syariat
D) Nama-nama Al-Qur’an.
Nama-nama al-Qur’an pada umumnya telah dijelasdkan dalam
al-Qur’an itu sendiri, berikut ini nama-nama al-Qur’an dan ayat yang
menyebutkannya.
- Al-Kitab: tulisannya lengkap
- Al-Furqan: memisahkan yang hak dan yang bathil.
- Al-Mau’idah: nasihat
- Al-Hikmah: kebijaksanaan
- Al-Khair: kebaikan
- Al-huda: yang memimpin
- Al-Hukmu: keputusan
- Asy-Syifa: obat
- Adz-Dzikru: peringatan
- Ar-Ruh: ruh
- Al-Muththaharah: yang disucikan
D.
Tujuan huKum Islam
Agama
Islam diturunkan AllAh`Swt. mempunyai tujuan yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan
hidup manusia secara individual dan masyarakat. Begitu pula dengan
hukum-hukumnya.
Menurut
Abu Zahroh ada tiga tujuan hukum Islam
- Mendidik individu agar mampu menjadi sumber kebajikan bagi masyarakatnya dan tidak menjadi sumber malapetakata bagi orang lain;
Hal
ini disebutkan dalam firman-Nya Qs. Al-Ankabut : 45.
Sesungguhnya
salat itu mencegah dari keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah lebih
besar. (al-ankabut : 45)
- Menegakkan keadilan di dalam masyarakat secara internal di antara sesama ummat Islam maupun eksternal antara ummat Islam dengan masyarakat luar. Ditegaskan dalam firman-Nya : al- Maidah : 8
Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Agama
Islam tidak membedakan manusia dari segi keturunan, suku bangsa, agama. Warna
kulit dan sebagainya. Kecuali ketaqwaan kepada-Nya.
Hal
tersebut dinyatakan dalam firman-Nya surat al-Hujarat : 13.
Hai
manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.
3.
Mewujudkan kemaslahatan hakiki bagi manusia dan masyarakat. Bukan kemaslahatan
semu untuk sebagian orang atas dasar hawa nafsu yang berakibat penderitaan bagi
orang ain, tapi kemaslahatan bagi semua orang, kemaslahatan yang betul-betul
bisa dirasakan oleh semua pihak.
Yang
dimaksud dengan kemaslahatan hakiki itu meliputi lima hal yaitu Agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Yang
lima ini merupakan pokok kehidupan manusia di dunia dan manusia tidak
akan bisa mencapai kesempurnaan hidupnya di dunia ini kecuali dengan kelima
hal itu
Menurut
Abu Zahrah yang dimaksud dengan lima ini adalah :
- Memelihara Agama
Memelihara
agama adalah memelihara kemerdekaan manusia di dalam menjalankan agamanya.
Agamalah yang meninggikan martabat manusia dari hewan. Tidak ada
paksaan di dalam menjalankan agama. Sudah jelas mana yang benar dan mana yang
salah. Sebagaimana disebut dalam firman- Nya surat al-baqarah : 256 :
Tidak
ada paksaan untuk memasuki agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang salah.
- Memelihara jiwa adalah memelihara hak hidup secara terhormat memelihara jiwa dari segala macam ancaman, pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya. Islam menjaga kemerdekaan berbuat, berpikir dan bertempat tinggal, Islam melindungi kebebasan berkreasi di lingkungan sosial yang terhormat dengan tidak melanggar hak orang lain.
- Memelihara akal adalah memelihara manusia agar tidak menjadi beban sosial, tidak menjadi sumber kejahatan dan penyakit di dalam masyarakat. Islam berkewajiban memelihara akal sehat manusia karena dengan akal sehat itu manusia mampu melakukan kebajikan dan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat laksana batu merah di dalam bangunan sosial. Dengan akal sehat manusia mampu menolak bencana dan mengatasi permasalahan hidup yang datang pada dirinya. Apabila manusia kehilangan akal sehatnya maka manusia itu akan menjadi beban bagi masyarakat./ karena itu islam mewajibkan manusia untuk memelihara akal sehatnya.
- Memelihara keturunan, adalah memelihara jenis anak keturunan manusia melalui ikatan perkwainan yang sah yang diikat dengan suatu aturan hukum agama. Melalui ikatan perkawinan yang sah bisa diwujudkan kehiduapan rumah tangga yang harmonis, di mana anak-anak yang dilahirkan dapat dididik diasuh, dibesarkan dengan dengan penuh rasa kasih sayang oleh ibu bapaknya sendiri. Manusia wajib memelihara keturunan yang dilahirkannya dengan sebaik-baiknya agar anak dapat hidup dengan baik dan tumbuh secara normal.
- memelihara harta benda adalah mengatur tatacara mendapatkan dan mengembang biakkan harta benda secara benar dan halal, Islam mengatur tatacara bermuamalah secara benar, halal, adil dan saling ridla merdlai. Islam melarang cara mendapatkan harta secara paksa, melalui tipuan dan sebagainya seperti mencuri, merampok, menipu, memeras dan sebagainya. Islam melarang manusia saling memakan harta orang lain secara batil;. Harta ditangan seseorang merupakan kekuatan bagi ummat. Karena itu Islam mengatur cara-cara yang halal mendapatkannya dan cara-cara yang benar menggunakannya. Tidak boleh harta digunakan untuk hal-hal yang dapat berakibat merusak tujuan tujuan hukum /syariat lainnya.
Muhammad
Abu Zahro membagi kemaslahatan kepada 3 tingkatan : (1). Bersifat dlaruri
(2). Haaji; (3). Tahsini.
- Yang bersifat daruri adalah sesuatu yang tidak boleh tidak harus ada untuk terwujudnya suatu maslahat seperti kewajiban melaksanakan hukuman qisas bagi yang melakukan pembunuhan sengaja, diyat bagi pembunuhan yang tidak sengaja.
- Masalahat yang bersifat haaji adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk menolak timbulnya kemadlaratan dan kesusahan di dalam hidup manusia. Seperti diharamkan bermusuhan, iri dengki terhadap orang lain, tidak boleh egois.
- Maslahat yang bersifat tahsini adalah sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan kesempurnaan hidup manusia.
Menurut
Abdul Wahab Khalaf bahwa tujuan Hukum Islam itu ada dua tujuan yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus :
1.
yang dimasuk dengan tujuan umum ditetapkannya aturan hukum Islam adalah untuk
mewujudkan kemaslahatan manusia didalam hidupnya, yang prinsifnya adalah
menarik manfaat dan menolak kemadlaratan. Kemaslahatan manusia itu ada yang
bersifat daruri, haaji dan tahsini
1.
yang dimaksud dengan kemaslahatan yang bersifat daruri adalah sesuatu
yang dibutuhkan untuk melindungi kehidupan manusia. Sesuatu yang tidak boleh
tidak harus ada untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Hal ini meliputi
lima aspek : memelihara agama, jiwa akal, kehormatan dan harta benda. Yaitu :
- memelihara agama adalah semua aturan yang berkaitan dengan akidah, ibadah dan semua peraturan perundang-undangan yang ditetapkan/disyariatkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesamanya ;
- Memelihara jiwa yaitu syariat Islam yang berkaitan dengan aturan hukum keluarga,beranak keturunan dan cara-cara pemeliharaan jiwa, sejak dari mengatur makanan, pakaian dan tempat tinggal sampai kepada kewajiban melaksanakan hukuman qisas, diyat dan kifarat. Serta aturan yang mengharamkan manusa mencelakakan dirinya dan mewajibkan manusia menolak kemadlaratan ;
- Memelihara akal seperti aturan yang mengharamkan khamar dan semua yang memabukan serta hukuman bagi para pelakunya ;
- Memelihara kehormatan seperti aturan hukum islam yang berkaitan dengan hukuman had zina, had qodzaf ;
- Memelihara harta benda seperti aturan hukum islam yang berkaitan dengan cara mendapatkan harta, mengembangkan harta, memelihara harta dan cara menggunakan harta sampai kepada segala macam aturan bermuamalah dan aturan hukum mengambil harta orang secata batil seperti had mencuri merampok menipu, khianat, riba dan sebagainya ;
- Kemaslahatan yang bersifat haaji adalah yang bersifat mempermudah kehiduapan manusia, menghilangkan kesulitan dan meringankan beban tugas dan kewajiban manusia didalam hidupnya. Misalnya dibidang uqubat : tidak menjatuhkan hukuman had dalam hal yang meragukan.
- kemaslahatan yang bersifat tahsini adalah yang bersifat memperindah kehidupan manusia. Seperti masalah kebersihan, menutup aurat, menjaga diri dari najis, berpakaian yang baik ke mesjid, mengerjakan yang sunat-sunat, tidak boros dan tidak terlalu hemat.
Tujuan
hukum Islam yang bersifat khusus adalah yang berkaitan dengan satu persatu
aturan hukum Islam. Hal ini dapat diketahui dengan memahami asbabun nuzul dan
hadits-hadits yang shahih.
Indikator
Islam itu membawa Rahmat bagi semua manusia menurut Sayid Qutub yaitu :
- Sistem ajaran islam yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. adalah sistem yang membawa kepada kebahagiaan dan kesempurnaan manusia seluruhnya ;
- Islam mengandung pokok-pokok ajaran manusia yang tidak berubah-ubah, tetapi mampu mengantisipasi keperluan hidup manusia ;
- Islam meletakkan dasar yang tetap bagi hidup kemanusiaan yang selalu berubnah, dengan memberi kesempatan melakukan ijtihad dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan baru ;
- Islam memberi kemerdekaan berfikir bagi manusia dalam koridor yang ditetapkan oleh Islam ;
- Islam memberi keseimbangan diantara kesuburan rohani dan jasmani. Bukan pembuat jasmani menderia karena ingin kesucian rohani. Bukan pula tuidak memperdulikan rohani untuk memuaskan kehendak jasmani.
- Islam tidak menghilangkan atau melebur nilai pribadi dan yang ada hanya negara saja. Sebaliknya Islam bukan pula memupuk kepentingan dan kebebasan pribadi sehingga negara hanya semata-mata pengawal kepentingan pribadi ;.
- Islam memikulkan beban kepada manusia hanya sebatas kesanggupannya.
- islam hanya memerintahkan yang membawa kemaslahatan bagi dirinya sendiri untuk dikerjakan ;
- Islam tidak membedakan martabat, suku, bangsa dan warna kulit ;
- Islam mempersamakan hak manuisa di muka pengadilan dari undang-undang .
Menurut
Muhammad Abduh Malik bahwa hukum Islam itu mempunyai tujuan
- Mewujudkan kemaslahatan manusia. kemaslahatan mengandung arti kebahagiaan hidup secara individual, maupun sosial, dunia dan ukhrawi ; bermanfaat berguna bagi manusia baik secara individual maupun sosial selama hidup di atas dunia maupun di akhirat nanti ; terpeliharanya fitrah manusia, yang beriman dan bertauhid serta memiliki sifat jujur, dari dominasi sifat-sifat negatif yang dapat menjerumuskan manusia kepada perilaku merusak dirinya dan masyarakat seperti kecenderungan manusia didominasi syahwat dan gadab, sehingga manusia menjadi sumber kebajikan dan bukan sumber kerusakan dalam masyarakat ;
Di
samping itu maslahat juga berarti memenuhi kehidupan manusia yang bersifat primer
(daruri), sekunder (haaji) dan tertier (tahsini) ; tersalurnya
dinamika kebebasan berfikir dan bertindak serta kreatifitas manusia secara
wajar dalam koridor yang ditetapkan oleh Islam ; meningkatnya kualitas hidup
manusia baik ditetapkan oleh Islam ; meningkatnya kualitas hidup manusia baik
dalam ruang lingkup individu maupun sosial; rohani dan jasmani, terciptanya
kesejahteraan hidup manusia yang tertib, aman dan damai, baik secara individu
maupun sosial dan masyarakat terhindar dari kecemasan kehawatiran dan rasa
takut ;
- Mewujudkan keadilan yang merata bagi semua manusia. Keadilan mengandung arti setiap orang mendapatkan apa yang menjadi haknya dalam waktu secapatnya ; setuiap orang mendapatkan hasil dari usahanya sesuai dengan kemampuan usahanya yang sah ; setiap orang mempunyai hak dan kedudukan hukum yang sama dengan tidak membedakan manusia berdasarkan perbedaan latar belakang budaya, etnis, warna kulit, kedudukan sosial dan sebagainya ; setiap orang membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah ; setiap orang tidak berlaku zalim terhadap dirinya, tehadap orang lain. Tidak boleh menganiaya dan tidak boleh dianiaya ;
- keadilan juga mengandung arti setiap orang tidak mendahulukan kepentingan dirinya atas kepentingan orang banyak, terwujudnya keseimbangan antara hak dan kewajiban serta mendahulukan kewajiban dari hak ; terwujudnya kemakmuran yang merata bagi semua manusia.
E.
FUNGSI
HUKUM ISLAM DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Sebagaimana sudah dikemukakan dalam pembahasan ruang lingkup
hokum Islam, bahwa ruang lingkup hokum Islam sangat luas. Yang diatur dalam
hokum Islam bukan hanya hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan
antara manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat, manusia dengan benda, dan antara manusia dengan lingkungan
hidupnya. Dalam Al Qur’an cukup banyak ayat-ayat yang terkait dengan masalah
pemenuhan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia serta larangan bagi
seorang muslim untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Bagi tiap orang
ada kewajiban untuk mentaati hokum yang terdapat dalam Al Qur’an dan Hadits.
Peranan hokum Islam dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya cukup banyak,
tetapi dalam pembahasan ini hanya akan dikemukakan peranan utamanya saja, yaitu
:
a. Fungsi
Ibadah
Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah
SWT. Hukum Islam adalah ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan
kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan
seseorang.
b. Fungsi
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Hukum Islam sebagai hokum yang ditunjukkan untuk mengatur
hidup dan kehidupan umat manusia, jelas dalam praktik akan selalu bersentuhan
dengan masyarakat. Sebagai contoh, proses pengharaman riba dan khamar, jelas
menunjukkan adanya keterkaitan penetapan hokum (Allah) dengan subyek dan
obyek hokum (perbuatan mukallaf). Penetap hokum tidak pernah mengubah atau
memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Riba atau khamar tidak
diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap. Ketika suatu hokum lahir, yang
terpenting adalah bagaimana agar hokum tersebut dipatuhi dan dilaksanakan
dengan kesadaran penuh. Penetap hokum sangat mengetahui bahwa cukup riskan
kalau riba dan khamar diharamkan sekaligus bagi masyarakat pecandu riba dan
khamar. Berkaca dari episode dari pengharaman riba dan khamar, akan tampak
bahwa hokum Islam berfungsi sebagai salah satu sarana pengendali sosial. Hukum
Islam juga memperhatikan kondisi masyarakat agar hokum tidak dilecehkan dan
tali kendali terlepas. Secara langsung, akibat buruk riba dan khamar memang
hanya menimpa pelakunya. Namun secara tidak langsung, lingkungannya ikut
terancam bahaya tersebut. Oleh karena itu, kita dapat memahami, fungsi kontrol
yang dilakukan lewat tahapan pengharaman riba dan khamar. Fungsi ini dapat disebut
amar ma’ruf nahi munkar. Dari fungsi inilah dapat dicapai tujuan hokum
Islam, yakni mendatangkan kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan, baik di
dunia maupun di akhirat kelak.
c. Fungsi
Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina,
yang disertai dengan ancaman hokum atau sanksi hokum. Qishash, Diyat,
ditetapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/ badan, hudud untuk tindak
pidana tertentu (pencurian , perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah),
dan ta’zir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana
tersebut. Adanya sanksi hokum mencerminkan fungsi hokum Islam sebagai sarana
pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta
perbuatan yang membahayakan. Fungsi hokum Islam ini dapat dinamakan dengan Zawajir.
d. Fungsi Tandhim
wa Islah al-Ummah
Fungsi hukum Islam selanjutnya adalah sebagai sarana untuk
mengatur sebaik mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial, sehingga
terwujudlah masyarakat yang harmonis, aman, dan sejahtera. Dalam hal-hal
tertentu, hokum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail
sebagaimana terlihat dalam hokum yang berkenaan dengan masalah yang lain, yakni
masalah muamalah, yang pada umumnya hokum Islam dalam masalah ini hanya
menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya. Perinciannya diserahkan
kepada para ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada bidang masing-masing,
dengan tetap memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan pokok dan nilai
dasar tersebut. Fungsi ini disebut dengan Tanzim wa ishlah al-ummah. Ke
empat fungsi hokum Islam tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk
bidang hokum tertentu, tetapi satu dengan yang lain saling terkait. (Ibrahim
Hosen, 1996 : 90).
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Syariat
Islam adalah bagian dari Hukum Islam, merupakan salah satu dari kerangka dasar
agama dan ajaran Islam yang mengatur hubungan publik maupun perdata dalam
bentuk norma Ilahi.
Hukum
Islam telah berbaur dengan hukum adat yang merupakan akar peraturan bangsa
Indonesia dan mampu mempengaruhi praktek hukum di Indonesia, terutama dalam
bidang keluarga dan sosial. Sejarah memainkan peranan yang penting, Syariat
Islam tersebut kemudian diterima oleh masyarakat aceh pada saat itu, sebab
tidak bertentangan dengan nilai-nilai hukum adat mereka. Perpaduan hukum tersebut
kemudian mengakar secara turun temurun sehingga menjadi kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Berdasarkan
alasan sejarah, penduduk, yuridis, dan konstitusional, Syariat Islam mampu
diterima dan diterapkan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Penerapan syariat Islam tidak terlepas dari faktor diterimanya syariat Islam dalam tatanan hukum adat.
Penerapan syariat Islam tidak terlepas dari faktor diterimanya syariat Islam dalam tatanan hukum adat.
Daftar Pustaka
Daud Ali Muhammad, Hukum Islam: Pengantar ilmu hukum
dan tata hukum Islam di Indonesia, cet. Ketiga Belas (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006)
Daud Ali Muhammad, Hukum Islam: Pengantar ilmu hukum dan tata hukum Islam di Indonesia, cet. Kelima (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
H.A Ddzajuli, Fiqh Jinayah, cet. Ketiga (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000)
H.A Ddzajuli, Fiqh Siyasah, cet. Kedua (Bandung: Prenada Media, 2003)
Lukito ratno, Pergumulan antara hukum Islam dan adat di Indonesia, cet. Kesatu (Jakarta: Perpusnas Katalog dalam Terbitan (KDT), 1998) hal.43
Syahar Saidus, Asas-asas hukum Islam, cet. Kesatu (Jakarta: Penerbit Alumni, 1996) hal 25
Zuhri Muhammad, Hukum Islam dalam lintasan sejarah, cet. Kesatu (Jakarta: Praja Grafindo persada, 1996) hal.143
Daud Ali Muhammad, Hukum Islam: Pengantar ilmu hukum dan tata hukum Islam di Indonesia, cet. Kelima (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
H.A Ddzajuli, Fiqh Jinayah, cet. Ketiga (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000)
H.A Ddzajuli, Fiqh Siyasah, cet. Kedua (Bandung: Prenada Media, 2003)
Lukito ratno, Pergumulan antara hukum Islam dan adat di Indonesia, cet. Kesatu (Jakarta: Perpusnas Katalog dalam Terbitan (KDT), 1998) hal.43
Syahar Saidus, Asas-asas hukum Islam, cet. Kesatu (Jakarta: Penerbit Alumni, 1996) hal 25
Zuhri Muhammad, Hukum Islam dalam lintasan sejarah, cet. Kesatu (Jakarta: Praja Grafindo persada, 1996) hal.143