BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan
program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: dalam Pasal 28 H ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) dan Pasal 34 ayat (1) ayat (2) dan melalui Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001, dimana Presiden ditugaskan untuk
membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial
bagi masyarakat yang lebih menyeluruh dan terpadu.
Jaminan
sosial ini merupakan satu bentuk sistem perlindungan sosial. Rys (2011)
menyatakan perlindungan sosial lazimnya dipahami sebagai intervensi terpadu
oleh berbagai pihak untuk melindungi individu, keluarga, atau komunitas dari
berbagai resiko kehidupan sehari-hari yang mungkin terjadi, atau untuk
mengatasi berbagai dampak guncangan ekonomi, atau untuk memberikan dukungan
bagi kelompok-kelompok rentan di masyarakat. Sistem perlindungan sosial yang
bersifat formal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk yaitu (i) bantuan
sosial (social assistance), (ii) tabungan hari tua (provident fund), (iii)
asuransi sosial (social assurance), (iv) tanggung jawab pemberi kerja
(employer’s liability) (Kertonegoro, 1982).
Sehubungan
dengan hal tersebut, maka telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai wujud komitmen
pemerintahan dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional, selanjutnya
ditindaklanjuti dengan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Hal ini juga berkait dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi
terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005.
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) juga akan melahirkan transformasi kelembagaan dari beberapa
perusahaan persero yang selama ini ada, yaitu: PT. Jamsostek (Persero), PT.
TASPEN (Persero), PT. ASABRI (Persero) dan PT. Askes (Persero), menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang berubah status menjadi badan hukum
publik. Selain itu badan penyelenggara Jaminan Sosial selanjutnya akan
dilaksanakan oleh 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu
badan Penyelenggara Jaminan sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Transformasi badan-badan penyelenggara
jaminan sosial tersebut akan dilanjutkan dengan pengalihan peserta, program,
aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
1) Bagaimana Sejarah terbentuknya
Jamsostek ?
2) Mengapa diperlukan perubahan badan
hukum pada BPJS ?
3) Bagaimana proses kesetaraan bentuk
badan hukum badan penyelenggara BPJS?
4) Bagaimana proses transformasi PT.
Jamsostek menjadi BPJS ketenagakerjaan ?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui sejarah
terbentuknya Jamsostek
2) Untuk mengetahui perlunya perubahan
badan hukum pada BPJS
3) Untuk mengetahui proses kesetaraan
bentuk badan hukum badan penyelengaraan BPJS
4) Untuk mengetahui proses transformasi
PT. Jamsostek menjadi BPJS ketenagakerjaan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Terbentuknya Jamsostek
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu
tangung jawab dan kewajiban Negara - untuk memberikan perlindungan sosial
ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara,
Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan
program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan
sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di
sektor formal.
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses
yang panjang, dimulai dari UU No.33/1947, UU No.2/1951 tentang kecelakaan
kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952, PMP No.8/1956 tentang
pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957
tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan
Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok
Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja
semakin transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut
landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun
1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial
tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan
BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang
pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995
ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga
Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan
minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian
atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga
menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang
berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2,
dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen
tersebut, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat
memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam
meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja.
Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak
normative Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT
Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup
Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari
Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja
dan keluarganya.
Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek
tidak hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif
dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan
perkembangan masa depan bangsa.
B. Perlunya
Perubahan Badan Hukum pada BPJS
Pemerintah,
SJSN dan BPJS saling berkaitan satu sama lain. Dalam teori jaminan
sosial sebagaimana dikemukakan Prof. George Rejda (1995)
bahwa pemerintah dalam penyelenggaraan jaminan sosial adalah
satu pemerintah sehingga tidak ada lagi dikhotomi antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, karena jaminan sosial sebagai faktor determinan
berdirinya sebuah negara kesatuan termasuk di negara federasi
untuk kesejahteraan rakyat. Karena itu, teori tersebut diadopsi
dalam UU SJSN bahwa fungsi pemerintah (baik
pemerintah pusat maupun dan pemerintah pemerintah
daerah) dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial disamping sebagai
pengawas/regulator, juga sebagai fasilitator dan kontributor.
Adapun
alasan penyelenggaraan jaminan sosial secara nasional adalah bahwa jaminan
sosial sebagai instrumen negara yang dirancang untuk redistribusi risiko
secara nasional sesuai asas dan prinsip-prinsip UU SJSN. SJSN
adalah sistem jaminan sosial seumur hidup untuk keperluan perlindungan
bagi seluruh rakyat (kaya, menengah dan miskin) sehingga bersifat mengikat
dalam kewajiban baik tenaga-kerja, pemberi-kerja dan pemerintah). BPJS
adalah wadah yang independen yang didukung dengan UU untuk mewujudkan
terselenggaranya SJSN yang efektif. Karena dalam penyelenggaraan program
jaminan sosial sebelumnya oleh Jamsostek, Taspen, Askes dan Asabri pada
dasarnya telah sedang melakukan praktek dana amanah, maka dengan sendirinya
wadahnya merupakan wali amanat. Berikut penjelasan
singkat tentang ragam-dimensi jaminan sosial yang menjadi kewenangan BPJS
yang dibentuk dengan UU :
a) Instrumen instrumen negara untuk
pencegahan kemiskinan, pemberdayaan komunitas yang kurang beruntung dan
pengentasan kemiskinan;
b) Penciptaan pendapatan hari tua bagi
peserta, karena iuran jaminan hari tua pada dasarnya merupakan konsumsi
yang ditangguhkan;
c) Salah satu faktor ekonomi untuk
redistribusi risiko bagi yang memerlukan seperti bantuan iuran dari
pemerintah untuk program kesehatan bagi penduduk miskin;
d) Alat monitor untuk minimalisasi uang
primer melalui penguncian dana publik untuk tujuan investasi jangka
panjang;
e) Faktor pengikat berdirinya sebuah
Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya kepastian jaminan
dasar.
C.
Kesetaraan Bentuk Badan Hukum Badan
Penyelenggara BPJS
Dengan memperhatikan dimensi jaminan sosial yang sangat
beragam itu, maka BPJS sebaiknya memiliki otonomi khusus seperti di negara
negara lain setara dengan departemen walaupun pimpinan lembaga tersebut
tidak merupakan bagian dari kabinet. Kedudukan lembaga tersebut
khusus untuk jaminan sosial berada pada negara federal sedang jaringan
untuk pelayanan kesehatan kepada peserta tersebar di seluruh negara bagian
termasuk di tingkat distrik.
BPJS
yang otonom ini sesungguhnya merupakan departemen jaminan sosial yang
dipimpin seorang Menteri yang biasanya menangani program bantuan sosial
seperti Inggris, Australia dan Selandia Baru. Bantuan sosial
merupakan salah satu komponen jaminan sosial seperti asuransi sosial
yang dibentuk dengan UU yang terpisah dengan UU Bantuan Sosial. Badan
penyelenggara program asuransi sosial pada umumnya merupakan lembaga semi
otonomi atau lembaga non-departemen yang dipimpin Ketua / Kepala
tetapi tetap memiliki
otoritas dalam penindakan hukum dan penetapan
manfaat program sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Akan
tetapi kewenangan penindakan hukum di Indonesia sebagaimana mengacu pada
UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Penyidikan Umum merupakan kewenangan Polri dan
PNS di bidangnya masing masing, karena Indonesia menganut hukum
kontinental.
Perbedaan
antara lembaga otonomi dan lembaga semi-otonomi jaminan sosial terletak
pada lingkup yang ditangani. Misalkan program bantuan sosial yang tugas
utamanya: reduksi kemiskinan dan
pemberdayaan komunitas yang kurang beruntung yang selanjutnya
ditindak-lanjuti dengan bantuan skema financial
mikro dengan melibatkan dukungan lintas kementerian.
BPJS
harus setara dengan departemen dan atau paling tidak setara
dengan lembaga non kementerian, karena fungsi dan tugas yang
diemban setara dengan departemen, sebagai contoh US social security
administration merupakan lembaga otonomi setara dengan departemen walaupun
hanya menangani program hari tua, kematian dan asuransi
pengangguran. Akan tetapi, lembaga ini memiliki
jaringan yang luas dengan berbagai departemen yang terkait dengan
sistem jaminan sosial. Dalam hal penyelenggaraan jaminan sosial, negara
bagian tidak menyelenggarakan administrasi jaminan sosial melainkan
mefasilitasi infrastruktur jarinangan kesehatan yang tersebar di seluruh
negara bagian untuk menopang program jaminan social yang diselenggarakan Negara
federal. Adanya wacana untuk pembentukan BPJS tunggal oleh Konsultan
Asing di Indonesia biasanya hanya berlaku untuk pembentukan DJSN setara
dengan Kementerian yang melakukan fungsi regulasi. Sebagaimana kita ketahui
bersama bahwa di seluruh dunia khususnya di Asean pembentukan BPJS.
BPJS
masih fokus pada BPJS per kepesertaan, yaitu terpisahnya BPJS kepesertaan
tenaga kerja sektor swasta, BPJS kepesertaan PNS dan BPJS kepesertaan
TNI-Polri beserta PNS yang bekerja di Kementerian Pertahanan
dan THI-Polri. BPJS tersebut masih relevan dipertahankan karena perbedaan
masalah labor turnover. Labor turnover di sektor swasta sangat tinggi
sedangkan labor turnover di sektor publik relatif rendah sehingga masih
relevan mempertahankan BPJS per kepesertaan untuk alasan keseimbangan
dalam implementasi UU SJSN di masa datang.
Implementasi
UU No. 40 Tahun 2004 adalah sebagai titik awal harapan menuju
welfare state. Harapan yang besar dalam mewujudkan welfare state
sepenuhnya tergantung dari komitmen, konsensus para penyelenggara negara
dan kordinasi instansi terkait serta dukungan masyarakat, karena tujuan
social security adalah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia
melalui pemusatan risiko (pooling of risk). Tidak hanya itu, tugas
yang terberat dalam penyelenggaraan SJSN ke depan adalah sinkronisasi
aturan perundangan yang menjadi tanggung-jawab Dewan Jaminan Sosial
Nasional (DJSN). Karena itu, seluruh komponen Negara yang
meliputi pemerintah, pemberi-kerja, tenaga kerja dan masyarakat luas
harus mematuhi secara bersama dan mengakui keberadaan UU No.
40 Tahun 2004 Tentang SJSN. Kepatuhan terhadap UU SJSN tersebut
semata ditujukan bagi kepentingan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945.
Eksistensi BPJS
sebagai adminstratur jaminan sosial yang memerlukan beberapa
BPJS sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 UU SJSN adalah adalah ditujukan
untuk mengimplementasikan prinsip kepesertaan wajib dan prinsip gotong royong. Prinsip kepesertaaan
wajib berlaku secara nasional. Prinsip kepesertaan wajib adalah salah
satu kharakteristik asuransi sosial / jaminan sosial. Karena itu
diperlukan satu BPJS atau beberapa BPJS agar terjadi pemusatan risiko
(pooling of risk) untuk redistribusi risiko. Efektifitas dalam penyelenggaraan
jaminan social untuk memenuhi prinsip solidaritas (gotong royong) diperlukan
satu atau beberapa administrator penyelenggara yang dikukung dengan
berbagai fasilitas fasilitas kesehatan yang tersebar di seluruh
Negara bagian. Dalam istilah jaminan sosial sebagai public
goods sebenarnya tidak dikenal istilah dikhotomi antara
pemerintah federal dan pemerintah negara bagian. Demikian halnya dengan
NKRI juga tidak boleh ada istilah pemerintah pusat dan pemerinah
daerah dalam penyelenggaraan jaminan sosial tetapi yang
ada pengertian pemerintah secara keseluruhan sebagai penanggung
jawab terhadap penyelenggaraan jaminan sosial.
Eksistensi BPJS
yang sekarang ada sebaiknya mengadopsi pada asas asas dan prinsip
prinsip UU SJSN sebagaimana dinyatakan dalam Pasal-pasal 2 dan 4 UU
No. 40 Tahun 2004 untuk
segera mempersiapkan transformasi BUMN Persero ke badan hukum
nirlaba.
Penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh BUMN Persero selama ini cenderung eksklusif.
Salah satu kegagalan dalam reduksi kemiskinan sebagai tema utama dalam
Konferensi GTZ se Asia di New Delhi pada tanggal 14-16 September 2009
adalah adanya kebijakan pembangunan yang bersifat eksklusif khususnya di
Asia kecuali Jepang dan Korea Selatan. Kebijakan pembangunan
yang eksklusif adalah kebijakan yang berorientasi pada
kuantitas pertumbuhan belaka. Adapun ekses pembangunan yang eksklusif
adalah adanya pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi kemiskinan semakin
bertambah sedang sistem jaminan sosial masih bersifat parsial dalam arti
hanya berlaku bagi peserta yang masih aktif bekerja,
karena dalam penyelenggaraan jaminan sosial
dilakukan oleh BUMN Persero yang tidak sesuai prinsi
prinsip UU SJSN.
D.
Proses Transformasi PT. Jamsostek
menjadi BPJS Ketenagakerjaan
1.
Proses Transformasi
UU
BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan PT ASKES (Persero)
dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan pembubaran BUMN Persero tidak berlaku
bagi pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Pembubaran
kedua Persero tersebut tidak perlu diikuti dengan likuidasi, dan tidak
perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Namun, UU BPJS tidak jelas
mengatur apakah ketentuan ini juga berlaku bagi pembubaran dan transformasi PT
ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).
Proses
transformasi keempat BUMN Persero tersebut tidaklah sederajat. Ada tiga
derajat transformasi dalam UU BPJS.
Tingkat
tertinggi adalah transformasi tegas. UU BPJS dengan tegas mengubah PT JAMSOSTEK
(Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan, membubarkan PT JAMSOSTEK (Persero) dan
mencabut UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK.
Tingkat
kedua adalah transformasi tidak tegas. UU BPJS tidak secara eksplisit mengubah
PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan, maupun pencabutan peraturan
perundangan terkait pembentukan PT ASKES (Persero). UU BPJS hanya menyatakan
pembubaran PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan sejak beroperasinya BPJS
Kesehatan pada 1 Januari 2014. Perubahan PT ASKES (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan tersirat dalam kata pembubaran PT ASKES (Persero) dan beroperasinya
BPJS Kesehatan.
Tingkat
ketiga adalah tidak bertransformasi. UU BPJS tidak menyatakan perubahan
maupun pembubaran PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero). UU BPJS
hanya mengalihkan program dan fungsi kedua Persero sebagai pembayar pensiun ke
BPJS Ketenagakerjaan selambatnya pada tahun 2029. Bagaimana nasib kedua
Persero tersebut masih menunggu rumusan peraturan Pemerintah yang didelegasikan
oleh Pasal 66 UU BPJS.
Di
samping terdapat tingkatan transformasi, UU BPJS menetapkan dua kriteria proses
transformasi BPJS. UU BPJS memberi tenggat 2 tahun sejak
pengundangan UU BPJS pada 25 November 2011 kepada PT ASKES (Persero) dan PT
JAMSOSTEK (Persero) untuk beralih dari Perseroan menjadi badan hukum publik
BPJS. Namun, saat mulai beroperasi BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan terpaut 1,5 tahun.
Kriteria
pertama adalah transformasi simultan. PT ASKES (Persero) pada waktu yang
sama bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan beroperasi. Mulai 1 Januari
2014 PT ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan pada saat yang sama
BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan sesuai ketentuan UU
SJSN.
Kriteria
kedua adalah transformasi bertahap. PT JAMSOSTEK (Persero)
bertransformasi dan beroperasi secara bertahap. Pada 1 Januari 2014, PT
JAMSOSTEK (Persero) bubar dan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, namun tetap
melanjutkan penyelenggaraan tiga program PT JAMSOSTEK (Persero) – jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua. BPJS Ketenagakerjaan
diberi waktu 1,5 tahun untuk menyesuaikan penyelenggaraan ketiga program
tersebut dengan ketentuan UU SJSN dan menambahkan program jaminan pensiun ke
dalam pengelolaannya. Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan
telah menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian,
jaminan hari tua dan jaminan pensiun sesuai UU SJSN.
2.
Proses Transformasi PT. Jamsostek
(Persero) Menjadi BPJS Ketenagakerjaan
Berbeda
dengan transformasi PT ASKES (Persero), transformasi PT Jamsostek dilakukan
dalam dua tahap.
Tahap
pertama adalah masa peralihan PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011 sampai
dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan
pada 1 Januari 2014.
Tahap
kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk
penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap
kedua berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan
beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan keempat program
tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015.
Selama
masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) ditugasi
untuk menyiapkan:
- pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan
- pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Kesehatan.
- Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, serta sosialisasi program kepada publik.
- pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan.
Penyiapan
pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek
(Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan mencakup penunjukan kantor akuntan publik
untuk melakukan audit atas:
- laporan keuangan penutup PT Askes(Persero),
- laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kes,
- laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan.
Seperti
halnya pembubaran PT ASKES (Persero), pada 1 Januari 2014 PT Jamsostek
(Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT Jamsostek (Persero) berubah
menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995
tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Semua
asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero)
menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS
Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai
BPJS Ketenagakerjaan.
Pada
saat pembubaran, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan
penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan
publik. Menteri Keuangan mengesahkan posissi laporan keuangan pembukaan
BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan
ketenagakerjaan.
Sejak
1 Januari 2014 hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015, BPJS Ketenagakerjaan
melanjutkan penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan oleh
PT Jamsostek (Persero), yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari
tua dan jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru. Penyelenggaraan
ketiga program tersebut oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada
ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3 Tahun 1992 tentang
Jamsostek.
Selambat-lambatnya
pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi sesuai dengan ketentuan UU
SJSN. Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan
ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota
TNI dan POLRI.
Untuk
pertama kali, Presiden mengangkat Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek
(Persero) menjadi aggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS
Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS
Ketenagakerjaan mulai beroperasi. Ketentuan ini berpotensi menimbulkan
kekosongan pimpinan dan pengawas BPJS Ketenagakerjaan di masa transisi, mulai
saat pembubaran PT JAMSOSTEK pada 1 Januari 2014 hingga beroperasinya BPJS
Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah di atas adalah
sebagai berikut :
a. Sejarah terbentuknya PT Jamsostek
(Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No.33/1947, UU
No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP)
No.48/1952, PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan
kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP
No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS),
diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara
kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.
Pada tahun 1977 dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977
tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK). Terbit pula
PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai
badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
b. Adapun alasan penyelenggaraan
jaminan sosial secara nasional adalah bahwa jaminan sosial sebagai
instrumen negara yang dirancang untuk redistribusi risiko secara nasional
sesuai asas dan prinsip-prinsip UU SJSN.
c. BPJS harus setara dengan departemen
dan atau paling tidak setara dengan lembaga non kementerian,
karena fungsi dan tugas yang diemban setara dengan departemen.
d. UU BPJS menetapkan dua kriteria
proses transformasi BPJS. Kriteria pertama adalah transformasi
simultan. Mulai 1 Januari 2014 PT ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS
Kesehatan dan pada saat yang sama BPJS Kesehatan menyelenggarakan program
jaminan kesehatan sesuai ketentuan UU SJSN. Kriteria kedua adalah transformasi
bertahap. Pada 1 Januari 2014, PT JAMSOSTEK (Persero) bubar dan berubah
menjadi BPJS Ketenagakerjaan, namun tetap melanjutkan penyelenggaraan tiga
program PT JAMSOSTEK (Persero) – jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan
jaminan hari tua.
e. Transformasi PT Jamsostek dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama adalah masa peralihan PT JAMSOSTEK (Persero)
menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011
sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan pendirian
BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. Tahap kedua adalah tahap penyiapan
operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension dan jaminan kematian sesuai
dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung selambat-lambatnya
hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan
untuk penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN
selambatnya pada 1 Juli 2015.
DAFTAR
PUSTAKA
Desky,
Harjoni. Transformasi
PT. Jamsostek, Transformasi Menuju Pelayanan Sempurna, 2012. http://www.pewarta-indonesia.com/inspirasi/opini/10487-transformasi-pt-jamsostek-transformasi-menuju-pelayanan-sempurna.pdf, diakses tanggal 22 November 2012.
PT Jamsostek (Persero), Sejarah Jamsostek, 2010, http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=2&id=9, diakses tanggal 22 November 2012.
Purwoko,
Bambang. Memahami Bentuk Badan Hukum
Bpjs Sebagaimana Mestinya, http://dc317.4shared.com/doc/mOgotnrn/preview.html, diakses tanggal 22 November 2012.